Cidahu, Sukabumi – Sebuah video promosi wisata di Blok Cangkuang, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), telah memicu kegeraman warga Desa Cidahu, Sukabumi. Video yang menampilkan konten kreator bersama sejumlah tokoh agama itu diklaim memuat dukungan Ulama terhadap pembukaan aktivitas wisata di lereng Gunung Salak.
Ironisnya, lokasi wisata tersebut disorot karena diduga dekat dengan aktivitas perusakan lahan dan penebangan pohon ilegal yang telah berlangsung lama.
Video yang diunggah pada Sabtu (13/12/2025) oleh konten kreator (Mang Kifli) itu akhirnya dihapus pada Minggu (14/12) menyusul reaksi keras dari masyarakat setempat.
Tim Advokasi Warga Cidahu Gunung Salak menyoroti kebijakan pembukaan tempat wisata di area hutan dan perkebunan. Mereka menilai langkah ini bertentangan dengan semangat Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menjaga kelestarian lingkungan, bahkan melawan Surat Edaran Gubernur Jabar tentang penghentian izin berusaha non-usaha dan pemanfaatan kawasan hutan dan perkebunan.
"Pembukaan tempat wisata di kawasan hutan dan perkebunan jelas tidak sejalan, bahkan mencederai semangat Gubernur Jawa Barat dalam menjaga hutan," tegas Rozak Daud, Tim Advokasi Warga Cidahu, Selasa (16/12/2025).
Rozak juga mempertanyakan klaim pengembang wisata bahwa lokasi tersebut berada di atas tanah enclave (tanah di dalam kawasan konservasi yang dikeluarkan peruntukannya).
“Tanah enclave dari bekas HGU pada prinsipnya diperuntukkan sebagai tanah cadangan negara, kepentingan umum, atau Tanah Objek Reforma Agraria untuk masyarakat yang memenuhi kriteria. Bukan untuk dikelola kembali oleh perusahaan baru sebagai tempat wisata,” jelasnya, mendesak instansi berwenang untuk segera menindaklanjuti dan meluruskan perizinan.
Kerusakan Hutan Akibatkan Banjir Bandang dan Air Keruh
Tokoh warga Cidahu, Rohadi (50), menyayangkan klaim dukungan terhadap aktivitas wisata tersebut. Menurutnya, klaim itu tidak mencerminkan kondisi riil kerusakan hutan yang telah lama terjadi di Blok Cangkuang, Kecamatan Cidahu.
Rohadi mengungkapkan bahwa di lokasi tersebut telah terjadi pembabatan lahan dan penebangan pohon secara masif, termasuk pohon-pohon hasil program penghijauan puluhan tahun lalu.
"Penebangan ini sudah terjadi sejak lama. Pelakunya bukan pemilik pohon, melainkan pihak yang saat ini membuka wisata di Blok Cangkuang, yang kami duga tanpa izin," ungkap Rohadi.
Dampak kerusakan ini telah dirasakan langsung oleh warga di tiga desa (Cidahu, Jayabakti, dan Pondokaso).
"Air yang dulu jernih, sekarang cepat keruh meski hujan ringan. Kolam penampungan yang biasanya penuh kini hanya terisi setengah,” keluhnya.
Kerusakan hutan ini juga disebut sebagai penyebab utama banjir bandang pada Oktober 2022. “Kekhawatiran warga semakin besar karena akar-akar pohon yang dulu menahan air kini sudah membusuk dan tidak lagi berfungsi. Dampaknya, banjir bandang terjadi hingga Pondokaso dan Pasirdoton,” ucapnya.
Warga Desa Cidahu kini hidup dalam kekhawatiran akan terjadinya bencana susulan, layaknya insiden di Sumatera dan Aceh. Mereka berharap pemerintah daerah dan pusat segera turun tangan menghentikan kerusakan lingkungan.
"Harapan kami, Gubernur Jawa Barat bisa melihat langsung kondisi ini. Kami hidup dalam kekhawatiran akan bencana," pungkasnya.(FRA)
