Nasional, Sukabumi - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa Indonesia masih harus mengimpor beras dengan total nilai mencapai US$178,5 juta atau setara Rp2,97 triliun (asumsi kurs Rp16.652 per dolar AS) selama periode Januari hingga Oktober 2025.
Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, beras impor tersebut didatangkan dari tiga negara utama, yakni Myanmar, Thailand, dan India.
Ratusan Ribu Ton Beras Impor
Pudji merinci data impor selama 10 bulan pertama tahun ini.
"Sepanjang Januari—Oktober 2025, impor beras sebesar 364.300 ton dengan nilai US$178,5 juta, dan negara asal utama impor beras ini adalah Januari—Oktober 2025, ini dari Myanmar, Thailand, dan India," kata Pudji dalam Rilis BPS, yang dilansir pada Rabu (03/12/2025).
Khusus pada bulan Oktober 2025, volume impor beras tercatat mencapai 40.700 ton dengan nilai US$19,1 juta atau sekitar Rp318,05 miliar.
Optimisme Kenaikan Produksi Beras Domestik
Meskipun impor masih terjadi, BPS juga mencatat adanya potensi peningkatan yang signifikan dalam produksi beras di dalam negeri.
Berdasarkan catatan BPS, potensi produksi beras nasional sepanjang Januari hingga Desember 2025 diproyeksikan mencapai 34,79 juta ton. Angka ini sedikit lebih tinggi dari proyeksi bulan sebelumnya dan menunjukkan peningkatan yang menggembirakan dibandingkan tahun lalu.
"Potensi produksi beras sepanjang Januari—Desember 2025 diperkirakan akan mencapai 34,79 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 4,17 juta ton atau 13,60% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024," ungkap Pudji.
Kenaikan potensi produksi ini terutama didorong oleh lonjakan pada sub-ronde I (Januari–April 2025) yang mencapai 26,54%.
Peningkatan ini juga sejalan dengan perkiraan potensi luas panen padi yang akan mencapai 11,36 juta hektare sepanjang tahun 2025, naik 1,31 juta hektare atau 13,03% dari periode yang sama tahun 2024.
Pudji menjelaskan, peningkatan potensi luas panen Januari—Desember 2025 ini utamanya disumbang oleh peningkatan luas panen pada subround I, yaitu Januari—April 2025 yang meningkat sebesar 25,82%.
Potensi Produksi Padi dan Koreksi Data
Secara keseluruhan, potensi produksi padi (GKG/Gabah Kering Giling) sepanjang 2025 diperkirakan naik 7,23 juta ton menjadi 60,37 juta ton GKG. Ini berarti ada potensi peningkatan sebesar 13,61% dibandingkan tahun 2024 yang tercatat sebesar 53,14 juta ton GKG.
Peningkatan potensi produksi padi sepanjang Januari—Desember 2025 ini didominasi oleh kenaikan pada sub-ronde I (Januari—April 2025) yang melonjak sebesar 26,57%.
Meskipun demikian, Pudji mengingatkan bahwa angka potensi ini masih bersifat dinamis dan dapat berubah. Kondisi pertanaman padi antara November 2025 hingga Januari 2026, termasuk potensi serangan hama, banjir, kekeringan, serta pelaksanaan panen, akan sangat memengaruhi realisasi akhir.
BPS juga telah melakukan koreksi terhadap data luas panen dan produksi pada Oktober 2025 sebagai respons terhadap pembaruan data di lapangan. Potensi luas panen bulan tersebut kini berstatus angka tetap, sementara potensi produksi padi dan beras dikoreksi menjadi angka sementara.
"Secara umum, koreksi disebabkan oleh perkembangan terkini dari kondisi pertanaman padi di lapangan seperti adanya potensi gagal panen, waktu realisasi panen petani, serta adanya serangan hama OPT [organisme pengganggu tanaman], dan lain sebagainya," tutupnya.(FKR)
