Berangkat dari keresahan ini, Bhabinkamtibmas Desa Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tersebut berinisiatif mendirikan kebun edukasi seluas satu hektar yang diwakafkannya. Tujuannya jelas: mencetak bibit-bibit petani milenial yang unggul dan berdaya saing.
Kebun edukasi ini menjadi oase pembelajaran praktis bagi pelajar jurusan pertanian, seperti dari SMK Bhayangkara Cisolok, yang hampir setiap hari datang.
Mereka tidak hanya disuguhi teori, tetapi langsung mempraktikkan seluruh siklus pertanian, mulai dari mengolah tanah, menanam bibit, mengobservasi pertumbuhan, hingga memanen beragam tanaman seperti jagung, padi, dan sayuran.
Jawab Kebutuhan Regenerasi Petani
Brigadir Akka menjelaskan bahwa inisiatif ini lahir dari pengalamannya sendiri saat kesulitan mencari petani muda untuk program ketahanan pangan Polri. Ia mendapati bahwa mayoritas petani yang ada saat ini sudah berusia lanjut dengan tingkat produktivitas yang cenderung menurun.
"Di sini siswa belajar intensif dan melakukan observasi pertumbuhan tanaman yang mereka tanam untuk menghasilkan panen yang maksimal," jelas Brigadir Akka, Senin (24/11/2024).
Ia menambahkan, setelah dirinya turun ke lapangan, ternyata banyak petani berada di usia lanjut. Ada pun regenerasi mengandalkan dari turun temurun.
Menurut Akka, regenerasi petani adalah kunci utama dalam menjaga sumber daya alam sebagai sumber pangan nasional. Ia berharap kebun edukasi ini dapat berperan vital.
"Dengan adanya kebun edukasi petani milenial ini, kita bisa mencetak sumber daya manusia yang unggul untuk membantu program presiden dalam ketahanan pangan dan swasembada pangan," tegasnya.
"Maka dari itu, pada dasarnya kebun edukasi ini diharapkan mampu mencetak generasi petani milenial atau SDM unggul sebagai petani kedepannya," imbuhnya.
Antusiasme Pelajar dan Guru di Lapangan
Program ini mendapat sambutan luar biasa dari siswa dan guru. Tia Ariani, siswi SMK Bhayangkara Cisolok, mengaku kegiatan ini sangat menyenangkan dan menambah wawasan.
"Menurut saya sangat mengasyikkan, selain bisa menambahkan wawasan baru. Selain mumet karena pelajaran, dengan diadakannya program kayak gini kita bisa belajar di luar biar lebih fresh dan kita bisa mengenal lebih jauh cara bertani tentang jagung," tutur Tia.
Berasal dari keluarga petani, Tia merasa program ini sangat mengasah pengetahuannya tentang berkebun, bahkan membuka peluang kerja sampingan.
"Kebetulan orang tua juga dari petani, terus di rumah juga tahu sedikit-sedikit cara berkebun, apalagi di sini dengan diadakannya program ini jadi lebih mengasah lagi. Hasilnya bisa dapat untung banyak walaupun modalnya sedikit, apalagi buat kita pelajar yang mau cari kerja sampingan bisa sambil berkebun," tambahnya.
Senada dengan Tia, guru tani di kebun edukasi, Dindin Wahyudin, memuji antusiasme siswa yang luar biasa saat praktik.
"Kami dari pihak guru berusaha menyampaikan manfaat dari pertanian karena leluhur kita khususnya di Kecamatan Cisolok itu petani, jadi bagaimana mempertahankan dunia pertanian dari generasi mudanya," kata Dindin.
Ia mengamati bahwa semangat bertani para pelajar sudah ada dalam diri mereka.
"Antusias, setelah kita melakukan observasi ke lapangan sangat luar biasa, mungkin jiwa dari bertaninya dari anak-anak yang ada dalam sanubari itu sudah ada,” imbuhnya.
Inisiatif Brigadir Akka ini muncul di tengah fakta Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 yang menunjukkan penurunan drastis jumlah petani di Indonesia sebesar 7,42 persen selama kurun waktu 10 tahun (2013-2023), dari 31,72 juta menjadi 29,36 juta unit usaha.
Kebun edukasi ini diharapkan menjadi salah satu solusi nyata untuk mengatasi krisis regenerasi petani di Tanah Air.(FKR)